P e n d a h u l u a n
Apabila kita cermati secara seksama bagaimana tatacara ibadah yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin misalnya dalam hal melaksanakan shalat, ternyata nampak adanya beberapa perbedaan-perbedaan meskipun perbedaan itu bukan terletak pada hal yang prinsif yaitu pada rukun dan syarat shalatnya. Seperti misalnya ada orang yang memulai shalatnya sebelum takbir dengan melafadzkan niat ada pula yang tidak, pada shalat subuh ada yang membaca doa qunut ada yang tidak, setelah salam ada yang membaca dzikir dengan secara berjamaah dan suara yang dikeraskan dan adapula yang berdzikir secara sendiri-sendiri dengan suara lirih nyaris tidak terdengar.
Sebagian pihak beranggapan bahwa perbedaan dalam tata cara ibadah sebagai mana dikemukan diatas tidaklah perlu dipersoalkan, perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan penerapan fiqih serta cara pandang yang yang tidak sama dalam menafsirkan hadits sesuai dengan mazhab yang jadi panutan. Selain itu perbedaan itu hanya terletak pada furu (cabang) saja bukan pada hal yang pokok.
Sebenarnya kalau kita mau secara jujur kembali kepada awal ditetapkannya syari’at, yaitu dalam hal ini Al-Qur’an dan As- Sunnah, maka sebenarnya tidak akan ada perbedaan-perbedaan dalam penerapan cara beragama karena sumber hanya satu. Perbedaan-perbedaan dalam cara beragama muncul dikarenakan setelah adanya ulama-ulama yang mulai meninggalkan dan keluar dari syari’at dengan menambahkan hal-hal yang baru yang sebenarnya tidak terdapat dalam syari’at. Mereka beranggapan bahwa dengan menambahkan hal-hal baru tersebut maka ibadahnya menjadi lebih banyak dan pahala yang diperoleh lebih besar. Tetapi sangat disayangkan mereka lupa akan adanya rambu rambu larangan dari Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam tentang tidak bolehnya menambahkan atau mengada-adakan hal atau syari’at yang baru dalam beragama .
Agama Islam Sudah Sempurna
Berdasarkan riwayat yang shahih bahwa pada saat Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersama para kaum muslimin sedang wukuf di padang Arafah dalam rangka menunaikan ibadah haji, Rasullah shalallahu’alaihi wa sallam menerima wahyu yang berisi firman Allah subhanahu wa ta’ala sebagai berikut :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS. Al Maidah: 3 )
Bertalian dengan ayat tersebut Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsir Al-Qur’an Al-Azhim , khususnya mengenai firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas, Maksudnya yaitu Islam, Allah telah mengabarkan Nabi-Nya dan orang-orang yang beriman , bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan samasekali. Dan Allah ta’ala telah menyempurnakan Islam, sehingga Allah tidak akan pernah menguranginyha, bahkan Allah telah meridhainya, sehingga Allah tidak akanb memurkainya selamanya.
Tentang telah sempurnanya islam yang menyangkut seluruh urusan yang berkaitan dengan agama disinggung pula dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad rahimahullah ta’ala dari Abu Dzar radlyallahu’anhu :
مسند أحمد ٢٠٤٦٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ الْمُنْذِرِ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَشْيَاخٍ لَهُمْ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
لَقَدْ تَرَكَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يَتَقَلَّبُ فِي السَّمَاءِ طَائِرٌ إِلَّا ذَكَّرَنَا مِنْهُ عِلْمًا
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ حَدَّثَنَا فِطْرٌ عَنِ الْمُنْذِرِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْمَعْنَى
Musnad Ahmad 20467: dari Abu Dzar berkata, "Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam meninggalkan kami dan tiada burung yang terbang kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memberitahukan tentang ilmunya."
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam buku beliau Al- Masaa’il menjelaskan maksud perkataan Abu Dzar radlyallahu’anhu diatas ialah bahwa Rasulullah shalalla’u'alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada umatnya segala sesuatunya yang berhubungan dengan al Islam, baik dalam, bab keimanan, ibadah, muamalat, adab dan akhlak, kabarf-kabar, perintah-perintah dan larangan dan seterusnya. Untu itu Nabi yang mulia shalallahu’alaihi wa sallam telah bersabda , “ Tidak tinggal sesuatupun yang mendekatkan kamu kesurga dan menjauhkan kamu dari api neraka, melainkan sesungguhnya telah dijelaskan kepada kamu “. Oleh karena itu barang siapa mencari jalan jannah (surga) dan menjauhkan dirinya dari nar (neraka ) tanpa mengikuti al Kitab dan as-Sunnah, maka sesungguhnya dia telah menempuh jalan-jalan yang tidak pernah dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Hadits lain yang membicarakan tentang telah sempurnanya Islam ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Baihaqi dalam kitab sunan-nya :
Dari Muththalib bin Hanthab : “ Sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam telah bersabda , “ Tidak aku tinggalkan sesuatu /sedikitpun juga apa-apa yang Allah telah perintahkan kepada kamu, melainkan sesungguhnya aku perintahkan kepada kamu. Dan tidak aku tinggalkan kepada kamu sesuatu/ sedikitpun juga apa-apa yang Allah telah larang/cegah kamu (mengerjakannya), melainkan sesungguhnya telah aku larang kamu dari mengerjakannya “
Sebuah hadits yang menggambarkan betapa hal yang kecilpun telah diajarkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam kepada umatnya , sebagaimana hadits dibawah ini :
صحيح مسلم ٣٨٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ وَمَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ
قَالَ لَنَا الْمُشْرِكُونَ إِنِّي أَرَى صَاحِبَكُمْ يُعَلِّمُكُمْ حَتَّى يُعَلِّمَكُمْ الْخِرَاءَةَ فَقَالَ أَجَلْ إِنَّهُ نَهَانَا أَنْ يَسْتَنْجِيَ أَحَدُنَا بِيَمِينِهِ أَوْ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ وَنَهَى عَنْ الرَّوْثِ وَالْعِظَامِ وَقَالَ لَا يَسْتَنْجِي أَحَدُكُمْ بِدُونِ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ
Shahih Muslim 386: dari Salman ( al Faarisyi) dia berkata, "Kaum musyrikin berkata kepada kami, 'Sungguh, aku melihat sahabat kalian (Rasulullah) mengajarkan kepada kalian hingga masalah adab beristinja', maka dia berkata, 'Ya. Beliau melarang kami dari beristinja' dengan tangan kanannya atau menghadap kiblat, dan beliau juga melarang dari beristinja' dengan kotoran hewan dan tulang.' Beliau bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian beristinja' kurang dari tiga batu'."
Berkata Ustadz Abul Hakim bin Amir Abdat tentang hadits tersebut diatas bahwa jawaban para sahabat kepada kaum musyrikin, menegaskan kepada kita; Sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam telah mengajarkan kepada umatnya segala sesuatunya tentang agama Allah ini al Islam, baik aqidahnya, ibadahnya, muamalahnya, adab-adab dan akhlaknya dan seterusnya bahkan adab buang air. Dan ini merupakan persaksian bahwa dari kaum musyrikan pada zaman itu tentang kesempurnaan Islam. Dan mereka pada waktu menjadi saksi-saksi hidup meskipun mereka tidak menyukainya dan membencinya.
Agama Islam yang dinyatakan telah sempurna oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang tertuang dalam firmannya dalam Al-Qur’an surah Al Maidah ayat 3 serta beberapa hadits yang telah disinggung diatas, maka dengan kesempurnaannta tersebut tidaklah diperlukan lagi adanya penambahan-penambahan atau mengada-adakan hal-hal yang baru berdasarkan keinginan hawa nafsu dan pemikiran yang menganggap apa saja yang baik itu boleh saja dilakukan dalam agama meskipun tidak ada termasuk dalam syari’at.
Apabila sementara ini ada pihak-pihak atau mereka-mereka yang memandang perlu memberikan penambahan atau mengada-adakan lagi hal-hal yang baru diluar syari’at yang telah ada, maka berarti mereka tersebut menganggap Islam tersebut belum sempurna. Dan lebih fatal lagi mereka yang menambahkan atau mengada-adakan hal-hal yang baru diluar syari’at telah secara tidak sadar telah mengangkat dirinya sebagai pembuat syari’at sehingga mereka tersebut dapat dikatagorikan sebagai pihak yang mempunyai kedudukan sebagai pembuat syari’at , yang dalam hal ini hanyalah Allah subhananu wa ta’ala dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Dikemukan oleh Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab beliau Al-Masaail bahwa berdasarkan ayat dan hadits tentang kesempurnaan Islam, memberikan penjelasan kepada kita, bahwa agama kita ini ( al-Islam ) telah sempurna. Dan kesempurnaannyga itu meliputi :
Bahwa agama ini ( al Islam) telah sempurna yang tidak memerlukan tambahan-tambahan dan pengurangan sedikitpun juga hatta ( meskipun) sekecil apapun juga. Meski apapun juga bentuk dan alasan nya dari tambahan-tambahan tersebut meskipun dianggap baik atau dianggap besaroleh sebagian manusia atyau dari siapa saja datangnya, adalah suatu perkara besar yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi sebaliknya sangat dicintai oleh iblis dan bala tentaranya. Dan pelakunya secara sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung, telah membantah firman Allah tersebut diatas. Atau telah menuduh Rasulullah shalallahu’alahi wsa sallam telah berhianat dan menyembunyikan di dalam menyampaikan risalah. Inilah yang pernah diperingatkan oleh Imam Malik bin Anas rahimahullah ta’ala di dalam salah satu perkataannya yang sangat terkenal sekali yaitu :
“ Barang siapa yang membuat bid’ah di dalam islam, yang dia mengangpnya sebagai bid’ah hasanah (bid’ah yang baik ), maka sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Muhammad shallahu’alahi wa sallam telah berhianat di dalam ( menyampaikan ) risalah. Karena sesungguhnya Allah telah berfirman : “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu”. Maka, apa-apa yang tidak menjadi (bagian dari ) agama pada hari itu, niscaya tidak akan menjadi (bagian dari) agama pada hari ini ( lihat al I’tisham juz 1 hal.49 )
Alangkah bagus dan indahnya perkataan Imam Malik diatas dan ini merupakan kaidah besar yang samngat agung sekali di dalam agama Allah, bahwa “ apa-apa yang tidak menjadi agama pada hari itu-yakni ketika turunnya ayat diatas, maka tidak akan menjadi agama pada hari ini, Yakni, apa-apa yang bukan ajaran islam pada hari itu, niscaya tidak akan menjadi ajaran islam pada hari ini.
Beribadahlah Sesuai Dengan As-Sunnah
Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa syari’at islam itu telah sempurna yang berarti segala apa-apa saja yang meliputi seluruh urusan berkaitan dengan agama islam itu telah lengkap dan ada aturan petunjuknya, termasuk dalam hal ini mengenai ibadah , karena tidaklah mungkin dan tidak masuk diakal apabila Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sampai melupakan dan tidak menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah kepada umatnya. Sehingga umatnya boleh menambah dan membuat-buat aturan cara beribadah sesuai dengan selera, perasaan dan pemikirannya semata. Sedangkan disatu pihak pemikiran manusia itu serba terbatas, dan masing-masing manusia itu mempunyai pemikiran yang berbeda-beda sehingga akan banyak pemikiran untuk menambahkan cara beribadah sesuai dengan kemauannya masing-masing, akhirnya menjadi rancu dan rusaklah ibadah tersebut.
Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh para sahabat terpercaya radlyallahu’anhu, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in dan para ulama salafus shalih dan sampai kepada ulama-ulama akhlus hadits yang berpegang kuat kepada As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam begitu banyak aturan-aturan yang wajib dijadikan patokan oleh seluruh umat muslim.
Namun sangat disayangkan setelah beberapa abad dari wafatnya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam beredar hadits-hadits yang dha’if bahkan ma’udhu yang dipercaya dan dijadikan pegangan oleh kebanyakan umat islam dalam beribadah, dan hadits-hadits tersebut dipegang teguh dan lebih dipercaya ketimbang hadits yang benar-benar terjamin keshahihannya
Sesungguhnya tidaklah dibenarkan seseorang itu mengikuti apakata ulama yang berfatwa tidak berdasarkan dalil( nash ) yang shahih. Sebagai contoh dalam melakukan ibadah shalat janganlah mengikuti begitu saja apa yang diajarkan oleh ulama, kiyai atau ustadz apabila apa yang diajarkan dalam melakukan shalat tersebut tidak berdasarkan hadits yang shahih. Karena Rasulullah shalallahu’ alaihi telah memerintahkan umatnya untuk melakukan shalat sebagaimana beliau shalat. Perintah dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ini tercantum dalam hadits riwayat Bukhari:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam telah mendapat perintah dari Allah subhanahu wa ra’ala dalam firman-Nya :
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka [829] dan supaya mereka memikirkan, ( QS. An-Nahl : 44 )
[829] Ya'ni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Qur'an.
Nabi shalallahu’alaihi wa sallam telah menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya, bahkan ib adah shalat merupakan rukun terpenting yang beliau jelaskan kepada manusia, baik melalui sabda maupun perbuatan beliau. Sampai-sampai beliau pernah shalat diatas mimbar, berdiri dan ruku setelah itu beliau bersabda kepada para sahabatnya :
“ Saya melakukan hal ini tiada lain agar kalian mengikuti aku dan agar kalian semua mengetahui shalatku “ ( HR. Bukharri dan Muslim )
Kemudian beliau mewajibkan kepada seluruh umatnya untuk mengikutinya, sebagaimana sabda beliau :
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” ( HR. Bukhari dan Ahmad)
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Bani rahimahullah dalam kitab beliau Sifat Shalat Nabi mengatakan : “ tatkala pengetahuan tentang seluk beluk ibadah shalat secara terperinci menjadi suatu yang sulit bagi kebanyakan orang bahkan bagi kebanyakan ulama –dikarenakan mereka hanya berpegang pada mazhab tertentu . Adapun mereka yang menekuini Sunnah nabi shalallahu’alaihi wa sallam baik dalam methedologi dalam pengumpulan hadits telah mengetahui bahwa ada beberapa sunnah yang terdapat pada satu mazhab namun tidak didapati pada mazhab lainnya. Demikian pula semua mazhab itu telah memuat sejumlah sunnah yang tidak benar penisbatannya kepada Nabi shalallahu’alahi wa sallam baik sab da atau perbuatan beliau.Demikian itu banyak dijumpai dalam kitab-kitab Fiqif Mazhab yang ditulis oleh ulama mutaakhkhir, bahkan dengan sangat berani mereka menegaskan bahwa hadits tersebut berasal dari nabi shalallahu’alaihi wa sallam.
Abul –Hasanat Al-Luknawi dalam kitab beliau Al Kabiir liman Yuthali Al-Jami’ Ash-Shagir sebagaimana yang dikutip oleh Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Bani, berkata : “ Betapa banyak kitab yang menjadi rujuklan utama yang dijadikan rujukan penting oleh ulama-ulama fiqh besar – dipenuhi dengan hadits-hadits palsu, terlebih lagi kitab-kitab fatwa. Dan telah jelas bagi kami, setelah melakukan kajian yang mendalam, sekalipun penulis kitab-kitab fiqg ini memiliki kualitas yang baik namun dalam penukilan hadits tergolong mutasahilin ( memudah-mudahkan )
Dari pemaparan syaikh Muhammad Nashiruddin al-Bani tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebanyakan diantara umat islam yang taqlik kepada mazhab dan ulama-ulama yang tidak berpegang kepada hadits yang shahih banyak yang melakukan kesalahan dan menyimpang dari cata beribadahnya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Sedangkan mereka-mereka yang berpegang teguh kepada cara beribadahnya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mereka-mereka yang hanya berpatokan kepada hadits-hadits yang shahih dalam beribadah. Yaitu manhajnya akhlul sunnah.
Kitab yang menjelaskan tentang sifat shalatnya Nabi shalallahu’alahi wa sallam yang lengkap dengan hadits-hadits shahih yang terperinci menggambarkan tentang bagaimana cara Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sejak dari takbir hingga salam , dapat dipelajari dalam kitab yang disusun oleh syaikh Muhammad Nashiruddin al-Bani yang telah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh banyak penerbit.
Dalam Ibadah Tidak Lagi Dibutuhkan Tambahan Hal-Hal yang Baru ( Bid’ah )
Agama Islam yang dinyatakan telah sempurna oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang tertuang dalam firmannya dalam Al-Qur’an surah Al Maidah ayat 3 serta beberapa hadits yang telah disinggung diatas, maka dengan kesempurnaannta tersebut tidaklah diperlukan lagi adanya penambahan-penambahan atau mengada-adakan hal-hal yang baru berdasarkan keinginan hawa nafsu dan pemikiran yang menganggap apa saja yang baik itu boleh saja dilakukan dalam agama meskipun tidak ada termasuk dalam syari’at.
Apabila sementara ini ada pihak-pihak atau mereka-mereka yang memandang perlu memberikan penambahan atau mengada-adakan lagi hal-hal yang baru diluar syari’at yang telah ada, maka berarti mereka tersebut menganggap Islam tersebut belum sempurna. Dan lebih fatal lagi mereka yang menambahkan atau mengada-adakan hal-hal yang baru diluar syari’at telah secara tidak sadar telah mengangkat dirinya sebagai pembuat syari’at sehingga mereka tersebut dapat dikatagorikan sebagai pihak yang mempunyai kedudukan sebagai pembuat syari’at , yang dalam hal ini hanyalah Allah subhananu wa ta’ala dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Dikemukan oleh Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab beliau Al-Masaail bahwa berdasarkan ayat dan hadits tentang kesempurnaan Islam, memberikan penjelasan kepada kita, bahwa agama kita ini ( al-Islam ) telah sempurna. Dan kesempurnaannyga itu meliputi :
Bahwa agama ini ( al Islam) telah sempurna yang tidak memerlukan tambahan-tambahan dan pengurangan sedikitpun juga hatta ( meskipun) sekecil apapun juga. Meski apapun juga bentuk dan alasan nya dari tambahan-tambahan tersebut meskipun dianggap baik atau dianggap besaroleh sebagian manusia atyau dari siapa saja datangnya, adalah suatu perkara besar yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi sebaliknya sangat dicintai oleh iblis dan bala tentaranya. Dan pelakunya secara sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung, telah membantah firman Allah tersebut diatas. Atau telah menuduh Rasulullah shalallahu’alahi wsa sallam telah berhianat dan menyembunyikan di dalam menyampaikan risalah. Inilah yang pernah diperingatkan oleh Imam Malik bin Anas rahimahullah ta’ala di dalam salah satu perkataannya yang sangat terkenal sekali yaitu :
“ Barang siapa yang membuat bid’ah di dalam islam, yang dia mengangpnya sebagai bid’ah hasanah (bid’ah yang baik ), maka sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Muhammad shallahu’alahi wa sallam telah berhianat di dalam ( menyampaikan ) risalah. Karena sesungguhnya Allah telah berfirman : “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu”. Maka, apa-apa yang tidak menjadi (bagian dari ) agama pada hari itu, niscaya tidak akan menjadi (bagian dari) agama pada hari ini ( lihat al I’tisham juz 1 hal.49 )
Alangkah bagus dan indahnya perkataan Imam Malik diatas dan ini merupakan kaidah besar yang samngat agung sekali di dalam agama Allah, bahwa “ apa-apa yang tidak menjadi agama pada hari itu-yakni ketika turunnya ayat diatas, maka tidak akan menjadi agama pada hari ini, Yakni, apa-apa yang bukan ajaran islam pada hari itu, niscaya tidak akan menjadi ajaran islam pada hari ini.
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ) dalam penjelasan beliau tentang pengertian bid’ah, macam-macam bid’ah dan hukum-hukumnya mengemukakan bahwa “:
Perbuatan bid'ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
Shahih Bukhari 2499: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak".
Segala bentuk bid'ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat". [Hadits Riwayat Abu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
Shahih Bukhari 2499: dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak".
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
صحيح مسلم ٣٢٤٢: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَوْنٍ الْهِلَالِيُّ جَمِيعًا عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ ابْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Shahih Muslim 3242: dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak."
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat dan tertolak.
Artinya bahwa bid'ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
Kesimpulan/Penutup.
Sesungguhnya Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai syari’at yang menuntun umat dalam beramal dan beribadah telah menetapkan kesempurnaan agama islam sehingga tidak perlu lagi adanya pemberian penambahan berupa syari’at yang baru menyerupai syari’at yang telah ada. Namun banyak mereka yang mengaku dirinya sebagai ulama, wali Allah , kiayi, menambahkan atau mengada-adakan hal baru dalam banyak hal yang berkaitan dengan amal perbuatan dan ibadah yang kemudian hal-hal yang baru tersebut dijadikan pegangan oleh orang-orang yang awam. Mereka beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan itu meskipun bukan berasal dari syari’at tidak menjadi permasalahan, bahkan mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal-hal yang baru berupa kebaikan tiada lain adalah untuk semata mendapat pahala.
Berkenaan dengan itu maka setiap kaum muslimin seyogyanya menjauhi dan meninggalkan hal-hal yang bersifat bid’ah dalam agama ini, cukupkanlah diri dengan apa yang diperintahkan oleh syari’at, berpegang teguhlah kepada As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang didasarkan kepada hadits-hadits yang shahih serta meninggalkan dan tidak berpegang kepada hadits-hadits yang dha’if dan ma’udhu.
( Wallahu ta’ala ‘alam )
Sumber :
1.Al-Qur’an dan Terjemah, http:// www. Salafi-db.com
2.Ensiklopedi Kitab Hadits 9 imam, http://www. Lidwapusaka.com
3. Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim , Ibnu Katsir
4.Sifat Shalat Nabi, Syaikh Muhammad Nashiruddin al -Bani
5. Pengertian, Macam-macam dan Hukum Bid’ah, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam artikel :
http://www.salafi-db.com
6. Al Masaa’il ( Masalah-masalah Agama) Abd.Hakim bin Amir Abdat.
7. Risalah Bid’ah, Abd. Hakim bin Amir Abdat.
Selesai disusun ba’da ashar, Senin 3 Jumadil Awwal 1433 H/26 Maret 2012.
( Penyusun : Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar