Sebagaimana yang kita ketahui secara bersama bahwa kuburan-kuburan orang- orang shalih atau kuburan para wali yang dianggap berkeramat didatangani setiap hari oleh ribuan penjiarah yang mereka umumnya adalah umat islam. Maksud mereka berjiarah tersebut untuk mendapatkan berkah sekali gus untuk meminta pertolongan kepada ruh akhlul kubur dengan cara bertawassul. Bertawassul atau sebutan yang lain juga dikenal dengan wasilah.
Al-wasilah secara bahasa ( etimologi ) berarti segala hal yang dapat menggapai sesuatu atau dapat medekatkan kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah : wasaa-il.
Al-Fairuz Abadi mengatakan tentang makna wasyalla I’llallahi taw syilaa : yaitu mengamalkan suatu amalan yang dengannya ia dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Meskipun tawassul di dalam syari’at islam telah diatur secara khusus sesuai dengan dalil-dalil namun masih banyak diantara kaum muslimin yang menyalahinya, mereka bertawassul dengan cara yang tidak sesuai dengan syari’at, sehingga tawassul mereka ada yang bersifat bid’ah dan ada pula bahkan bersifat syirik.
Tawassul yang bid’ah yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang tidak sesuai dengan syari’at. Tawassul yang bid’ah ini ada beberapa macam, diantaranya :
1.Tawassul dengan kedudukan Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam atau kedudukan orang selainnya.
Perbuatan ini adalah bid’ah dan tidak boleh dilakukan. Adapun hadits yang berbunyi :
“ Jika kalian hendak memohon kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya dengan kedudukan-ku, karena kedudukanku disisi Allah adalah agung. “
Hadits tersebut bathil tidak jelas asal-usulnya dan tidak terdapat samasekali dalam kitab-kitab hadits yangmenjadi rujukan. Tidak ada juga seorangpun ulama ahli hadits yang menyebutkannya sebagai hadits. Jika tidak ada satupun dalil yang shahih tentangnya, maka itu berarti tidak boleh dilaksanakan, sebab setiap ibadah tidak boleh dilakukan kecuali berdasarkan dalil yang shahih dan jelas.
2.Tawassul dengan dzat makhluk
Jika dimaksudkan : seseorang bersumpah dalam meminta kepada Allah maka tawassul ini seperti bersumpah dengan makhluk tidak dibolehkan, sebab sumpah makhluk terhadap makhluk tidak dibolehkan. Bahkan termasuk syirik, sebagaimana disebutkan dalam hadits , Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“ Barang siapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik “( HR. at-Tirmidzi )
Apalagi bersumpah dengan mahluk kepada Allah, maka Allah tidak menjadikan permohonan kepada makluk sebagai sebab terkabulnya doa dan Dia tidak mensyari’atkannya.
3. Tawassul dengan hak makhluk
Tawassul ini pun tidak dibolehkan, karena dua alasan :
P e r t a m a , bahwa Allah subhanahu wa ta’ala, tidak wajib memenuhi hak atas seseorang, tetapi justeru sebaliknya Allah lah yang menganugerahi hak tersebut kepada makhluk-Nya. Sebagaimana firmannya :
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ هَلْ مِن شُرَكَائِكُم مَّن يَفْعَلُ مِن ذَلِكُم مِّن شَيْءٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Orang yang ta’at berhak mendapatkan balasan kebaikan dari Allah karena anugerahdab nikmat bukan karenab alasan setara sebagaimana makhluk dengan makhluk yang lain.
Adapun hadits yang berbunyi : “ Aku memohon kepada-Mu dengan hak orang-orang yang memohon… “ hadits ini dha’if sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan diatas maka wajib atas setiap muslim untuk meninggalkan cara bertawassul yang tidak ada dasarnya berupa dalil yang dapat dipertanggung jawabkan. Cukupkan diri dengan tawassul sesuai dengan yang diperintahkan oleh syari’at, tinggalkanlah cara bertawassul yang membuat diri menjadi berdosa karena melakukan hal-hal yang diharamkan. ( Wallahu’alam bish-shawab )
( O l e h : Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar