Menghilangkan syirik kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , belum akan
sempurna kecuali dengan menghilangkan tiga macam syirik:
"Dan siapakah yang mengatur segala urusan? Mereka menja-wab 'Allah'." (Yunus: 31)
Penulis pernah membaca kitab "Al-Kaafii Firrad alal Wahabi" yang pengarangnya seorang shufi. Di antara isinya adalah, "Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang bila mengatakan kepada sesuatu; Jadilah! Maka ia akan terjadi." Sungguh dengan tegas Al-Qur'an mendustakan apa yang ia dakwahkan itu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah ia." (Yaasiin: 82)
"Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah." (Al-A'raaf: 54)
Mereka menamakan perbuatan tersebut dengan selain nama yang sebenarnya. Karena tawassul adalah memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan perantara yang disyari'atkan. Adapun apa yang mereka lakukan adalah memohon kepada selain Allah. Seperti ucapan mereka:
"Tolonglah kami wahai Rasulullah, wahai Jaelani, wahai Badawi ..."
Permohonan seperti di atas adalah ibadah kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebab ia merupakan do'a (permohonan). Sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR. At-Tirmidzi) 17.1
Di samping itu pertolongan tidak boleh dimohonkan kecuali kepada Allah semata. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu," (Nuh: 12)
Termasuk syirik dalam ibadah adalah "syirik hakimiyah". Yaitu jika sang hakim, penguasa atau rakyat meyakini bahwa hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak sesuai lagi untuk diterapkan, atau dia membolehkan diberlaku-kannya hukum selain hukum Allah.
"Sesungguhnya, di antara kedermawananmu adalah dunia dan kekayaan yang ada di dalamnya Dan di antara ilmumu adalah ilmu Lauhul Mahfuzh dan Qalam.''
Dari sinilah kemudian terjadi kesesatan para dajjal (pembohong) yang mendakwakan dirinya bisa melihat Rasulullah dalam keadaan jaga. Lalu -menurut pengakuan para dajjal itu- mereka menanyakan kepada beliau tentang rahasia jiwa orang-orang yang bergaul dengan-nya. Para dajjal itu ingin menguasai sebagian urusan manusia. Padahal Rasulullah semasa hidupnya saja, tidak mengetahui hal-hal yang ghaib tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur'an:
"Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan." (Al-A'raaf: 188)
Jika semasa hidupnya saja beliau tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, bagaimana mungkin beliau bisa mengetahuinya setelah beliau wafat dan berpindah ke haribaan Tuhan Yang Maha Tinggi? "Ketika Rasulullah mendengar salah seorang budak wanita mengatakan, 'Dan di kalangan kita terdapat Nabi yang mengetahui apa yang terjadi besok hari.' Maka Rasulullah berkata kepadanya,
"Tinggalkan (ucapan) ini dan berkatalah dengan yang dahulunya (biasa) engkau ucapkan'." (HR. Al-Bukhari)
Kepada para rasul itu, memang terkadang ditampakkan sebagian masalah-masalah ghaib, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya." (Al-Jin: 26-27)
17.1 Syirik dalam perbuatan Tuhan
Yaitu beri'tikad bahwa di samping Allah Subhanahu Wa Ta'ala ,
terdapat pencipta dan pengatur yang lain. Sebagaimana yang diyakini
sebagian orang-orang shufi, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala
menguasakan sebagian urusan kepada beberapa waliNya untuk
mengaturnya. Suatu keyakinan, yang hingga orang-orang musyrik
sebelum Islam pun tidak pernah mengatakannya. Bahkan ketika
Al-Qur'an menanyakan siapa yang mengatur segala urusan, mereka
menjawab: "Allah". Seperti ditegaskan dalam firmanNya:
"Dan siapakah yang mengatur segala urusan? Mereka menja-wab 'Allah'." (Yunus: 31)
Penulis pernah membaca kitab "Al-Kaafii Firrad alal Wahabi" yang pengarangnya seorang shufi. Di antara isinya adalah, "Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang bila mengatakan kepada sesuatu; Jadilah! Maka ia akan terjadi." Sungguh dengan tegas Al-Qur'an mendustakan apa yang ia dakwahkan itu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah ia." (Yaasiin: 82)
"Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah." (Al-A'raaf: 54)
17.2 Syirik dalam ibadah dan do'a
Yaitu di samping ia beribadah dan berdo'a kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala , ia beribadah dan berdo'a pula kepada para nabi dan
orang-orang shalih. Seperti istighatsah (meminta pertolongan) kepada
mereka, berdo'a kepada mereka di saat kesempatan atau kelapangan.
Ironinya, justru hal ini banyak kita jumpai di kalangan umat Islam.
Tentu, yang menanggung dosa terbesarnya adalah sebagian syaikh
(guru) yang mendukung perbuatan syirik ini dengan dalih tawassul.
Mereka menamakan perbuatan tersebut dengan selain nama yang sebenarnya. Karena tawassul adalah memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan perantara yang disyari'atkan. Adapun apa yang mereka lakukan adalah memohon kepada selain Allah. Seperti ucapan mereka:
"Tolonglah kami wahai Rasulullah, wahai Jaelani, wahai Badawi ..."
Permohonan seperti di atas adalah ibadah kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebab ia merupakan do'a (permohonan). Sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR. At-Tirmidzi) 17.1
Di samping itu pertolongan tidak boleh dimohonkan kecuali kepada Allah semata. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu," (Nuh: 12)
Termasuk syirik dalam ibadah adalah "syirik hakimiyah". Yaitu jika sang hakim, penguasa atau rakyat meyakini bahwa hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak sesuai lagi untuk diterapkan, atau dia membolehkan diberlaku-kannya hukum selain hukum Allah.
17.3 Syirik dalam sifat
Yaitu dengan menyifati sebagian makhluk Allah Subhanahu Wa Ta'ala ,
baik para nabi, wali atau lainnya dengan sifat-sifat yang khusus
milik Allah. Mengetahui hal-hal yang ghaib, misalnya. Syirik semacam
ini banyak terjadi di kalangan shufi dan orang-orang yang
terpengaruh oleh mereka. Seperti ucapan Bushiri, ketika memuji Nabi :
"Sesungguhnya, di antara kedermawananmu adalah dunia dan kekayaan yang ada di dalamnya Dan di antara ilmumu adalah ilmu Lauhul Mahfuzh dan Qalam.''
Dari sinilah kemudian terjadi kesesatan para dajjal (pembohong) yang mendakwakan dirinya bisa melihat Rasulullah dalam keadaan jaga. Lalu -menurut pengakuan para dajjal itu- mereka menanyakan kepada beliau tentang rahasia jiwa orang-orang yang bergaul dengan-nya. Para dajjal itu ingin menguasai sebagian urusan manusia. Padahal Rasulullah semasa hidupnya saja, tidak mengetahui hal-hal yang ghaib tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur'an:
"Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan." (Al-A'raaf: 188)
Jika semasa hidupnya saja beliau tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, bagaimana mungkin beliau bisa mengetahuinya setelah beliau wafat dan berpindah ke haribaan Tuhan Yang Maha Tinggi? "Ketika Rasulullah mendengar salah seorang budak wanita mengatakan, 'Dan di kalangan kita terdapat Nabi yang mengetahui apa yang terjadi besok hari.' Maka Rasulullah berkata kepadanya,
"Tinggalkan (ucapan) ini dan berkatalah dengan yang dahulunya (biasa) engkau ucapkan'." (HR. Al-Bukhari)
Kepada para rasul itu, memang terkadang ditampakkan sebagian masalah-masalah ghaib, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya." (Al-Jin: 26-27)
17.1ia berkata, hadits hasan
shahih
Disunting dari : Al Firqotun An Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar